Jumat, 17 Mei 2019

Jadwal Bekam dan Manfaat Bekam Saat Puasa


7 Manfaat Bekam Saat Puasa

Dalam Islam, berbekam memang diperbolehkan, bahkan ketika sedang berpuasa berbekam tetap diperbolehkan, bahkan berbekam ketika puasa memiliki efek yang sangat baik untuk kesehatan.

Ketika berpuasa, ada beberapa pengobatan yang dilarang karena dapat membatalkan puasa.
- Namun, pengobatan dengan cara berbekam tidak membatalkan puasa sesuai dengan beberapa hadis, meskipun ada juga yang memberikan hukum makruh berbekam ketika berpuasa.

"Secara logika, ketika berpuasa keadaan perut sedang kosong, dan berbekam mengeluarkan darah dari dalam tubuh sehingga dapat membuat tubuh menjadi lemas"

Berbekam ketika puasa malah dapat memberikan manfaat yang sangat baik untuk tubuh, diantaranya:
1. Menyembuhkan Penyakit
Berbekam pada saat perut kosong dapat menyembuhkan beberapa jenis penyakit.                            
Berbekam pada saat puasa dapat membunuh beberapa zat yang menyerang tubuh dan dapat menyebabkan beberapa penyakit.

2. Mengeluarkan Racun Dari Dalam Tubuh
- Zat berbahaya seperti racun, harus dikeluarkan dari dalam tubuh.
- Berbekam pada saat berpuasa dapat membantu mengeluarkan racun dari dalam tubuh melalui darah kotor yang keluar ketika proses bekam.

3. Meningkatkan Sistem Imun
- Berpuasa memang terkadang menyebabkan lemas karena tidak ada makanan yang masuk seharian.
- Namun, sebenarnya dengan berpuasa malah dapat meningkatkan kesehatan.
- Sehatnya berpuasa juga membantu meningkatkan sistem imun dengan melakukan bekam saat berpuasa.

4. Membuat Otot Rileks
- Berbekam ketika berpuasa dapat membantu proses pelepasan zat endomorphin.
- Proses pelepasan zat endomorphin ini dapat membantu  merilekskan otot.

5. Meningkatkan Produksi Sel Darah Putih
 - Ketika badan mudah sakit, berbekam pada saat berpuasa dapat dilakukan untuk mengusir penyakit.
- Bekam pada saat sedang berpuasa dapat membantu meningkatkan produksi sel darah putih, atau leukosit.
-  Peningkatan leukosit dalam tubuh dapat membantu melindungi tubuh dari berbagai penyakit yang menyerang.

6. Menyembuhkan Peradangan Kulit
- Pada saat berpuasa dan melakukan bekam, dapat membantu pelepasan seretonin, bradikinin, dan slow reacting substance.                        - Pelepasan ketiga sel ini disertai dengan pelepasan corticotropin releasing factor dan juga adenohipofise yang dapat membantu menyembuhkan peradangan dan juga infeksi pada kulit.

7. Melancarkan Peredaran Darah
- Berbekam yakni mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh.
- Pada saat berpuasa sekalipun, darah kotor tetap ada di dalam tubuh.
- Dengan berbekam pada saat berpuasa darah kotor dikeluarkan dan dapat membantu melancarkan peredaran darah

Berpuasa memang dapat menyebabkan tubuh menjadi lemas.
- Akan tetapi, melakukan pengobatan dengan berbekam pada saat puasa memiliki beberapa manfaat untuk tubuh.
- Meskipun mengeluarkan darah, namun darah yang dikeluarkan merupakan darah kotor yang tidak baik untuk tubuh.
- Sehingga dengan berbekam pada saat berpuasa, tubuh akan tetap sehat.
Sourcebekamkuansing

Jadwal sunnah bekam bulan Mei 2019. Yaitu jatuh pada hari Rabu, Jumat dan Minggu tgl 22, 24 dan 26/5/19 M. atau bertepatan dengan kalender Hijriah   tg 17,19 dan 21 Ramadhan1440 H.

Bekam untuk Jakarta Utara dan sekitarnya bisa hubungi :

Rumah  Sehat Thera Afiat
Jln. Kelapa Sawit Raya Blok DD No.15
Kelapa Gading.
Jakarta utara.
Telp.   08111494599
087883171247

Rabu, 15 Mei 2019

Bekam Untuk Kholesterol



Bekam Untuk Kholesterol

Bismillah...
Cholesterol tinggi ? Kita ikhtiar dengan berbekam...

Ciri-ciri utama cholesterol tinggi;

▪Rasa berat di tengkuk hingga rasa pegal di pundak.
Sebagian besar orang merasakan berat di kepala dan pegal-pegal sebagai gejala awal. Gejala ini muncul sebagai akibat kurabiya oksigen.

▪Cepat mengantuk
Terutama bila kadarnya sudah tinggi sekali, misal trigliserida yang normalnya dibawah 200 mg atau 150 mg, ada yang sampai 600 atau 700 mg itu biasanya bawaannya ngantuk, Hal ini biasanya terjadi karena kurangnya asupan oksigen ke otak akibat pembuluh darah yang menyempit karena adanya timbunan lemak akibat kolesterol.

▪ Kesemutan
Kadar kolesterol yang tinggi dapat menyebabkan aliran darah menjadi kental sehingga oksigen menjadi berkurang. Maka berpeluang terjadi kesemutan terutama diarea telapak tangan.

▪Timbunan lemak di atas kelopak mata.
Secara klinis ada beberapa hal yang bisa dijadikan petunjuk awal seseorang memiliki kolesterol tinggi, yaitu adanya timbunan lemak di atas kelopak mata. Biasanya timbunan ini mengandung kadar trigliserida (molekul asam lemak) yang tinggi.

▪Mudah lelah
Ketika plak terbentuk di dinding arteri, bisa menyebabkan kondisi seperti atherosclerosis, penyakit jantung koroner (PJK) dan penyakit mikrovaskuler koroner atau coronary microvascular disease (CMD). Kondisi-kondisi seperti inilah yang menyebabkan badan terasa mudah lelah.

▪Sering sakit kepala
Ini karena kolesterol yang tinggi dalam darah memicu terjadinya penimbunan plak-plak di pembuluh darah arteri sehingga menyebabkan terjadinya artherosclerosis. Kondisi ini membuat arteri akan menyempit dan membuat aliran darah ke kepala dan otak berkurang, sehingga menyebabkan rasa sakit di kepala.

▪Kaki bengkak
Kaki merupakan organ tubuh yang paling jauh dari jantung. Ketika pembuluh darah menyempit dan asupan oksigen berkurang, maka tentu saja yang paling sedikit mendapatkan darah adalah kaki. Hal ini akhirnya menyebabkan kaki terlihat membengkak. Kondisi ini hampir sama dengan kondisi ketika Anda terlalu lama duduk selama perjalanan.

Tanda-tanda yang dapat dilihat di tangan antara lain :

▪ Ruas ujung jari-jari berwarna lebih merah / lebih gelap dari ruas jari di bawahnya. semakin gelap warnanya menandakan kadar kolesterol di tubuh makin tinggi.

▪ Telapak tangan berwarna merah, terlihat bengkak dan terdapat urat berwarna biru.

Simptom dari masalah kolesterol adalah *masalah emosi atau cepat marah.*
Gejala lain dari Masalah kolesterol terkait erat dengan masalah sembelit dan masalah angin.

Inilah solusiny:
▪Perbaiki asupan nutrisi, terutama makanan berminyak, berlemak tinggi serta tinggi kadar garam dan juga bumbu-bumbu penyedap sejenis vetsin.

▪Bijak dalam pengkonsumsian 5P ;
🚫 PeManis buatan
🚫 PengAwet
🚫 PeWArna tiruan
🚫 Peny(S)edap semua bumbu masak instant masuk dlm kelompok ini.
🚫 PengemBANG
   
▪ Lakukan olahraga minimal sepekan sekali selama 30 menit. Ingat kolesterol bukan hanya karena makanan tapi juga karena "KURANG BANYAK GERAK"

▪ Berbekam rutin
Ulangi dan ulangi sampai sembuh..
Atur pola hidup dan pola makan..
Source azizah
Rumah Sehat Thera Afiat
Jln. Kelapa Sawit Raya Blok Dd No.15
Kelapa Gading.
Jakarta utara.
Telp.   08111494599
087883171247
Ibu Sholeh +62 896-2697-9941

Senin, 13 Mei 2019

Bekam Untuk Masuk Angin dan Sendawa



Bekam untuk Masuk Angin
Sering Bersendawa

Sendawa adalah hal yang lumrah serta sering dilakukan orang-orang.

Ternyata sering sendawa juga adalah salah satu diantara ciri dari orang yang mengalami masuk angin.

Hal ini terjadi lantaran tubuh sangat banyak mengandung udara hingga terjadinya sendawa sebagai pengeluaran udara yang terlalu berlebih pada tubuh.

Tetapi perlu diketahui, dengan sendawa yang terlalu berlebih akan menjadi sinyal kalau kita akan mengalami masuk angin

"jadi supaya masuk anginnya tidak berkelanjutan, ada baiknya butuh diantisipasi sejak dini untuk melindungi kesehatan tubuh"

Bekam
Dahulukan yang hitam dulu
Lanjut merah

Rumah Sehat Thera Afiat
Jln. Kelapa Sawit Raya Blok Dd No.15
Kelapa Gading.
Jakarta utara.
Telp.   08111494599
087883171247
Ibu Sholeh +62 896-2697-9941

Minggu, 12 Mei 2019

Berbekam Saat Puasa Menurut PBI


BAYAN MAJELIS SYURA
PERKUMPULAN BEKAM INDONESIA (PBI)

No: 001/B-K/MASYA/1438

TENTANG: HIJAMAH PADA SAAT BERPUASA

Mukadimah

بسم الله الرحمن الرحيم
Sebagaimana yang sudah sudah diketahui bersama bahwa hijamah atau hijamah merupakan bagian dari Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang didasarkan pada sekian banyak hadits shahih dari beliau. Karena itu mengamalkan hijamah adalah mengamalkan Sunnah Nabawiyah.

Alhamdulillah saat ini kesadaran ummat Islam untuk mengamalkan hijamah Sunnah sangat tinggi, baik dengan munculnya para pemhijamah ataupun mereka yang meminta hijamah, sampai ke taraf rutinitas mereka berhijamah, baik karena tujuan menjaga kesehatan atau karena untuk pengobatan penyakit, yang dalam hal ini mereka lakukan secara rutin, seminggu sekali, dua minggu sekali, tiga sekali, sebulan sekali dan seterusnya sesuai keadaan masing-masing.

Sementara itu, terjadi perbedaan pendapat antara tidak bolehnya hijamah pada saat berpuasa dan sebaliknya pendapat bolehnya hijamah pada saat berpuasa. Perbedaan di antara dua pendapat ini sudah terjadi sejak zaman shahabat, para ulama, imam madzahib dan para ulama masa kini. Sehingga hal ini dapat membingungkan ummat, antara boleh dan tidaknya hijamah pada saat berpuasa, sah tidaknya puasa karena melakukan hijamah.

Dua Hadits Muta’aridhain.

Perbedaan pendapat ini bermuara dari dua hadits yang tampaknya muta’aridhain (saling bertentangan), yang kedua-duanya sama-sama dengan sanad yang shahih dan dengan beberapa perbedaan dari sisi afdhaliyyah sanad dan perbedaan rawi.

Hadits Pertama tentang batalnya puasa karena hijamah:
عَنْ ثَوْبَانَ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ» (ابن ماجه 1680 و ابوداود: 2367، صححه الشيخ ناصر الدين الالباني)

Artinya: “Dari Tsauban, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Orang yang memhijamah dan yang dibakam harus membatalkan puasanya.” (Diriwayatkan Ibnu Majah, 1680; Abu Daud, 2367 dan dishahihkan Syaikh Nashiruddin Al-Albany).

Hadits kedua tentang tidak batalnya puasa karena hijamah:

[ ] عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: «احْتَجَمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ صَائِمٌ» (البخاري، 1938، 1939، 5694)
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah meminta hijamah ketika beliau sedang berpuasa.” (Diriwayatkan Al-Bukhary, 1938, 1939, 5694).

Perbedaan Pendapat di Kalangan Shahabat, Para Imam, Tabi’in dan Ulama.

Para shahabat saling berbeda pendapat tentang hal ini. Yang menyatakan pendapat pertama adalah Syaddad bin Aus, Tsauban dan Abu Hurairah. Mereka inilah yang meriwayatkan hadits pertama dengan matan di atas.

Ibnu Umar pernah hijamah siang hari saat puasa, lalu meninggalkannya dan hijamah malam hari. Begitu pula yang dilakukan Abu Musa, Sa’d dan Zaid bin Arqam dan Ummu Salamah sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Shahihul-Bukhary Babul-Hijamah wal-Qai’ lish-Sha’im (bab hijamah dan muntah bagi orang yang berpuasa).

Para shahabat yang menyatakan pendapat kedua bahwa hijamah tidak membatalkan puasa adalah Ibnu Abbas dan lain-lainnya. Ummu Alqamah menuturkan, “kami pernah hijamah saat puasa dan di sana ada Aisyah, namun beliau tidak melarangnya. Ja’far bin Abi Thalib pernah hijamah saat puasa Ramadhan lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarangnya. Tapi melihat semangat para shahabat untuk berhijamah, maka kemudian beliau memberikan rukhshah.

Di antara para shahabat ada juga yang tidak suka berhijamah pada siang hari saat puasa, atau dalam bahasa fiqihnya memakruhkan, tidak mengharamkannya, namun mereka meminta hijamah pada malam hari saat berpuasa. Mereka adalah Anas bin Malik, Abu Sa’id Al-Khudry, Sa’d bin Mu’adz, Zaid bin Arqam dan Ummu Salamah. Maka ketika Anas bin Malik ditanya,
: أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ؟(Apakah kamu sekalian para shahabat tidak menyukai hijamah bagi orang yang sedang berpuasa?)
قَالَ: لا، إِلا مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ)(Dia menjawab, “Tidak. Hanya saja kami khawatir akan membuat tubuh jadi lemah”)

Abu Sa’id al-khudry juga berkata, إِنَّا كَرَهْنَا الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ (Kami memakruhkan hijamah bagi orang yang berpuasa karena khawatir akan membuat tubuh menjadi lemah).

Dari kalangan tabi’in dan para imam yang menyatakan pendapat pertama adalah Al-Imam bin Hambal, Al-Hasan Al-Bashry, Ibnu Sirin dan Ibnu Taimiyyah. Al-Imam Ahmad bin Hambal dan lain-lainnya menuturkan bahwa penduduk Bashrah menutup klinik-klinik hijamah mereka jika memasuki bulan Ramadhan. Namun klaim tentang kebiasaan penduduk Bashrah ini dirasa aneh. Sebab Anas bin Malik adalah shahabat terakhir yang meninggal di Bashrah. Lalu bagaimana mungkin mereka tidak mengambil hadits darinya tentang rukhshah dan tidak batalnya puasa, dan mereka mengambil pendapat yang berbeda?

Ulama mazhab Hanbali berpendapat berhijamah membatalkan puasa, termasuk Ibnu Taimiyyah. Syaikh Muhammad bin Utsaimin Allahu yarhamuh wa wassa’a qabrah menyatakan di dalam Fatawa ‘alad-Darb tentang batalnya puasa karena hijamah.

Semantara itu mayoritas fuqoha mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i berpendapat bahwa hijamah tidak membatalkan puasa. Al-Imam Asy-Syafi’y saat di Baghdad menyatakan batalnya puasa dan ini merupakan qaulul-qadim. Namun saat di Mesir beliau mempunyai qaulul-jadid (pendapat baru) bahwa hijamah tidak membatalkan puasa.

Hujjah Masing-masing Pendapat

Kedua hadits sama-sama shahih dan dengan sanad yang kuat. Batalnya puasa karena hijamah berhujjah kepada hadits Tsauban, Abu Hurairah dan Syaddad bin Aus dengan mengabaikan hadits Ibnu Abbas, tanpa melihat waktu periwayatan kedua hadits.

Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam , ‘Penghijamah dan orang yang dihijamah batal puasanya’, merupakan nash yang mengharuskan pembatalan puasa bagi keduanya, sehingga tidak boleh diyakini tentang keabsahan puasa keduanya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memberitahukan keduanya untuk membatalkan puasa, apalagi pemberitahuan ini bersifat mutlak yang disertai dengan penyerta yang menunjukkan bahwa memang itulah maksudnya.

Hujjah Syaikh Muhammad bin Utsaimin: Pendapat yang menyatakan bahwa hijamah membatalkan puasa merupakan pendapat yang paling sesuai dengan hikmah, karena ketika darah yang dikeluarkan dari orang yang sedang dihijamah cukup banyak, maka hal itu akan membuat tubuhnya menjadi lemah, loyo dan kepayahan. Karena itulah jika ada orang yang meminta hijamah, saya katakan kepadanya, “Batalkan puasamu, makanlah, minumlah.” Maka tidak kami katakan kepadanya bahwa hijamah diperbolehkan saat puasa. Bahkan kami katakan secara tegas, hijamah tidak boleh dilakukan saat puasa. Namun ketegasan pendapat beliau ini fleksibelkan dengan menyatakan bahwa jika seseorang terpaksa meminta hijamah karena darah yang bergejolak sehingga dikhawatirkan kebinasaan kematian atau bahaya lain, maka boleh dihijamah. Bahkan saat itu pula dia boleh makan minum.

Al-Baghawy menjelaskan bahwa sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ artinya berpotensi dan mendorong batalnya orang yang dihijamah karena makan/minum. Sedangkan tentang pemhijamahnya, kemungkinan besar darah akan masuk ke dalam tubuhnya saat menyedot darah (dengan mulut).

Hujjah kemakruhan hijamah bagi orang yang berpuasa sudah dijelaskan di atas seperti yang dinyatakan Anas bin Malik dan Sa’id Al-Khudry.

Mereka yang menyatakan bahwa hijamah tidak membatalkan puasa berdalil dengan hadits yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melakukan hijamah ketika sedang ihram dan ketika puasa.

Ath-Thahawy menjelaskan bahwa maksud batalnya puasa ini bukan seperti batalnya puasa karena makan dan minum serta jima’ tapi karena pahala keduanya yang gugur disebabkan perbuatan mereka berdua yang melakukan ghibah saat sedang hijamah. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Al-Wahadzy, dari Yazid bin Rabi’ah, dari Abu Al-Asy’ats Ash-Shan’any, dia berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Penghijamah dan orang yang dihijamah batal puasanya’, karena keduanya menggunjing orang lain. Ibnu Khuzaimah menanggapi, takwil seperti ini aneh. Haditsnya dha’if. Sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.

Dalam Ikhtilaful-Hadits, mulhaq dari kitab Al-Umm, Al-Imam Asy-Syafi’y menyatakan bahwa hadits Ibnu Abbas terjadi pada Hajjatil-Wada’ pada 10 Hijrah. Sedangkan hadits Tsauban pada saat Fathu Makkah, atau 2 tahun sebelumnya. Karena keduanya sama-sama shahih, kuat, maka hadits Ibnu Abbas bisa jadi nasikh (menghapus) dan hadits Tsauban mansukh (terhapus status hukumnya). Isnad keduanya juga sama-sama kuat. Namun hadits Ibnu Abbas lebih ideal. Amtsal. Dalam hadits Ibnu Abbas juga dapat dilakukan qiyas bahwa batalnya puasa bukan karena pertimbangan apa yang keluar dari tubuh. Kecuali jika yang dikeluarkan secara sengaja dari tubuhnya karena muntah. Namun sebagai kehati-hatian, aku lebih suka menghindari hijamah saat puasa, karena karena khawatir tubuh menjadi lemah, lalu mendorong makan atau minum.

Karena itulah Babul-Hijamah wal-Qai’ lish-Sha’im dalam kitab Shahih Al-Bukhary mengandung pesan tersendiri bahwa batalnya puasa bukan karena pertimbangan apa yang keluar tapi karena apa yang masuk ke dalam tubuh. Artinya, hijamah yang mengeluarkan darah dan muntah (secara tidak disengaja) yang mengeluarkan muntahan tidak membatalkan puasa.

Kesimpulan dam Saran:

1. Banyak orang yang sudah rutin hijamah, baik untuk menjaga kesehatan atau karena sakit. Sehingga berat bagi mereka untuk meninggalkan hijamah selama sebulan.
2. Hijamah tidak membatalkan puasa termasuk puasa wajib berdasarkan hadits Ibnu Abbas. Artinya, hadits Ibnu Abbas yang datang lebih akhir bisa distatuskan sebagai nasikh bagi hadits Tsauban yang mansukh datang lebih awal.
3. Para shahabat ada yang meminta hijamah siang hari saat puasa ada yang melakukannya malam hari.
4. Menghindarkan hijamah saat puasa lebih baik jika diperkirakan akan membawa dampak pembatalan puasa karena makan minum akibat badan lemas.
5. Berarti kuncinya bagaimana praktik hijamah dilakukan secara aman. Karena itulah ada tata-caranya, ada tahapannya, ada jumlah titiknya, ada rentang waktunya, ada pertimbangan kasus perkasus.
6. Jika hijamah dilakukan oleh ahlinya dan mengedepankan ikhtiiyath, in syaa Allah hijamah tetap aman dilakukan walau terhadap orang yang berpuasa.
7. Kalaulah hijamah harus dilakukan pada saat puasa, maka sebaiknya dilakukan pada pagi hingga siang hari ketika tubuh al-mahjum masih fit. Kalaulah diperkirakan dia tidak kuat dihijamah saat puasa, maka sebaiknya dilakukan pada malam hari.

Jakarta, 27 Sya’ban 1438 H.
Ketua Majelis Syura
Perkumpulan Hijamah Indonesia (PBI)

Ttd

USTADZ KATHUR SUHARDI

Minggu, 05 Mei 2019

Bekam Vs Puasa



Bismillah.
"Bekam vs puasa"

Bekam Tidak Membatalkan Puasa

Sedangkan jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa berbekam tidak membatalkan puasa. Orang yang membekam dan oranh yang dibekam, puasanya tidak batal.

Hujah mereka adalah hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – احْتَجَمَ ، وَهْوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهْوَ صَائِمٌ

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dalam keadaan berihrom dan berpuasa. (HR. Bukhari)

يُسْأَلُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ – رضى الله عنه – أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ditanya, “Apakah kalian memakruhkan berbekam bagi orang yang berpuasa?” Beliau berkata, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.” (HR. Bukhari).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa pertanyaannya berbunyi “Apakah kalian memakruhkan bekam bagi orang yang berpuasa pada masa Rasulullah?”

"Dari Abu Laila, ia berkata bahwa Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam melarang berbekam dan puasa wishal (sambung-menyambung). Kedua hal itu tidak dilarang melainkan demi kemaslahatan para sahabat"

"Dari Abu Sa’id Al-Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam memberikan dispensasi untuk mencium dan berbekam"

Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Pertama kali berbekam dimakruhkan dalam berpuasa adalah ketika Ja’far bin Abu Thalib berbekam ketika berpuasa.

Ketika itu Nabi lewat lalu bersabda, ‘Dua orang ini telah batal,’ Sesudah itu Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam memberi rukhsah berbekam ketika orang berpuasa. Dan Anas sendiri pernah berbekam dalam keadaan berpuasa.”

Baihaqi berkata, “Kami pernah meriwayatkan tentang itu dari Sa’ad bin Abi Waqqash, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Husain bin Ali, Zaid bin Arqam, Aisyah, dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhum.”

Kesimpulan

Dari keterangan di atas jelaslah bahwa hadits, “Orang yang berbekam dan yang membekam batal puasanya,” secara tekstual telah di-nasakh (dihapus) oleh hadits Ibnu Abbas tentang berbekamnya Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam di waktu ihram, dan peristiwa itu datang kemudian, karena itu terjadi pada haji wada’.

Hadits dispensasi untuk berbekam menunjukkan bahwa itu datang kemudian, sebagaimana hadits Anas dan lainnya.

Pada umumnya dispensasi memang diberlakukan setelah larangan.

Sebagaiman juga bahwa hadits-hadits tentang dispensasi berbekam bagi yang berpuasa lebih sahih dan lebih kuat, juga dibantu dengan qiyas, sebagaimana dikatakan oleh Imam Syafi’i.

Imam Syafi’i berkata, “Yang saya hafal dari sejumlah sahabat, tabiin,, dan ahli ilmu adalah bahwa seseorang yang berpuasa tidak batal karena berbekam.”

Atas dasar itu, jelaslah hukum mengambil darah dari tubuh di kala puasa, bahwa menurut jumhur ulama hal itu tidak membatalkan puasa, namun makruh karena alasan “lemah”, yakni melemahkan fisik orang yang dibekam.”

Catatan
- BEKAM jangan sampai lemah
- BEKAM hindari banyak titik.
SourceAzizahKuansing

Rumah Sehat Thera Afiat
Jln. Kelapa Sawit Raya Blok Dd No.15
Kelapa Gading.
Jakarta utara.
Telp.   08111494599
087883171247
Ibu Sholeh +62 896-2697-9941